Wednesday, May 7, 2014

Asesmen Dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang membutuhkan perhatian dan perlakuan yang khusus  baik dari orangtua ataupun guru, untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh ABK pertama kali  kita harus melakukan asesmen untuk memperoleh informasi yang kongkrit tentang ABK.

Salah satu karakteristik dalam  penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) yaitu berorientasi kepada kebutuhan anak. Dalam upaya memahami kebutuhan ABK, seorang guru membutuhkan data yang akurat berkenaan dengan kebutuhan dan keterbatasan yang dihadapi.

A. Pengertian Asesmen
     Banyak para ahli pendidikan menjabarkan tentang pengertian asesmen diantaranya :
  • asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan berkaitan dengan pembelajaran anak, Rosenberg (Soendari dan Nani, 2010:4)
  • Asesmen adalah proses yang sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi oleh seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sebenarnya dibutuhkan, McLoughlin & James (Soendari dan Nani, 2010:4)
  • Tjutju Soendari dan Euis Nani (2010) Asesmen merupakan proses pengumpulan data/informasi secara sistematis dan komprehensif tentang potensi individu yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun program dan memberikan layanan intervensi/pembelajaran setepat mungkin bagi perkembangan individu yang bersangkutan secara optimal
Menurut Moh. Amin (2005) perlunya asesmen dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus didasari oleh dua hal yaitu :
pertama , pada dasarnya tindakan asesmen merupakan tindak lanjut dari kegiatan deteksi. Pada kegiatan detiksi semata - mata hanya menelusuri keadaan perkembangan anak sehingga akhirnya dapat diduga anak tersebut diklasifikasikan sebagai anak berkebutuhan khusus.
kedua, perbedaan individu. Anak berkebutuhan khusus memiliki perbedaan - perbedaan individual, baik perbedaan inter individual yaitu perbedaan kemampuan  anak berkebutuhan khusus dengan teman - temanya yang sejenis, ataupun intra individual yaitu perbedaan kemampuan didalam anak berkebutuhan itu sendiri.
B. Tujuan Pelaksanaan Asesmen
   
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa asesmen dilakukan untuk memperoleh informasi yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Moh. Amin (1995) mengemukakan bahwa tujuan asesmen diantaranya:
  1. Menyaring kemampuan anak berkebutuhan khusus;
  2. Untuk keperluan pengkalsifikasian, penempatan dan penemuan program pendidikan anak berkebutuhan khusus;
  3. Untuk menentukan arah atau tujuan pendidikan anak pendidikan serta kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
  4. Untuk mengembangkan program pendidikan yang diindividualisasikan yang dikenal dengan IEP (Individual Education Program).
  5. lingkungan belajar dan evaluasi belajar.
 Suhardi dan Sunaryo (2006) mengemukakan bahwa secara umum asesmen bermaksud untuk :
  1. Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat, dan kompherhensif tentang anak berkebutuhan khusus.
  2. Mengetahui profil anak secara utuh,
  3. Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam ranka menentukan kebutuhan -kebutuhan khusunya memonitor kemanjuanya.
C. Ruang Lingkup Asesmen

    Menurut Yusuf, M (Soendari dan Nani, 2010) asesmen terbagi menjadi dua jenis yaitu asesmen akademik dan asesmen perkembangan

Friday, May 2, 2014

Pentingya Mengetahui Karakter Berpikir Siswa Dalam Pembelajaran

Dalam anggapan masyarakat pada khusunya orang tua siswa, bahwa yang dikatakan anak pintar itu apabila anak kita itu memperoleh nilai besar pada seluruh mata pelajaran. Sehingga anak yang nilai mata pelajaran rendah dikatakan anak bodoh karena nilainya rendah,  nilai pelajaran selalu dijadikan tolak ukur tunggal dalam menilai kecerdasan anak.

Padahal nilai pelajaran bukanlah tolak ukur yang absolute karena tiap anak memiliki karakter berpikir yang berbeda, menurut Steberg (1985a, 1988)  ada tiga tipe karakter berpikir anak yaitu tipe analisis, kreatif dan praktis. Masing - masing tipe memiliki karakteristik yang berbeda, pengetahuan tentang tipe berpikir diperlukan agar kita dapat memberikan metode pembalajaran yang tepat kepada anak sesuai dengan karakternya.

Hal tersebut penting agar tujuan pembelajaran yang kita lakukan dapat tercapai dengan baik tanpa harus mengorbankan perasaan dan potensi yang dimiliki anak. Dalam pembelajaran kita selalu menyama ratakan kemampuan anak si A dan si B adalah sama sehingga kita mengunakan metode pembalajaran yang sama tanpa mempertimbangkan tipe karakter berpikir anak.

Menurut hasil penelitian Steberg (1985a, 1988, 1996), menyatakan bahwa itelejensi manusia melibatkan kemapuan analisis, kreatif dan praktis, berikut tabel karakteristik beripikir anak menurut Steberg:


KARAKTERISTIK BERPIKIR ANAK
ANALIS
KREATIF
PRAKTIS
Rangking Kelas Tinggi
Rangking kelas menengah sampai bawah
Rangking kelas menengah sampai bawah
Hasil Ulangan Tinggi
Hasil ulangan menengah
Hasil ulangan menengah sampai rendah
Disenangi disekolah
Merasa terbatasi dilingkungan sekolah
Merasa bosan disekolah
Disenagi guru
Merasa tersakiti oleh guru
Terlihat  tidak harmonis/nyambung dengan guru
Mengikuti Aturan yang ada disekolah
Tidak senang mengikuti aturan yang ada disekolah
Tidak senang mengikuti aturan yang ada disekolah
Melihat kekurangan pendapat dari orang lain
Suka membuat ide
Suka menjalankan ide secara pragmatis
Kritikus
Pembuat ide yang alami
Pimikir alami
Senang memberi perintah
Senang mengatur diri
Senang menemukan jati diri dalam kegiatan



Monday, April 28, 2014

Kosong



Aku tidak tahu apa yang harus aku tuliskan pada artikel ini. Banyak hal yang dulu aku pikirkan secara bergebu – gebu dan kuharap ide – ide ku menjadi ide yang hebat, brilian dan menjadi solusi yan tepat untuk segala permasalahan yang ada.

Yang aku rasakan saat ini semakin berteori maka semakin permasalahan tumbuh subur. Banyak orang yang ingin didengar dan ditanggapi dan merasa pendapat atau teori yang mereka cetuskan merupakan jalan terbaik bagi seluruh orang yang ada disekelilingnya, karena kita selalu menganggap bahwa pendapat atau teori kita telah teruji dan terbukti.

Lain kepala lain isi, lain lidah lain rasa, semua orang memiliki pandangan dan perasaannya sendiri – sendiri, bagaikan untaian benang yang saling terikat satu dengan yang lainya membentuk suatu bentuk yang tidak berbentuk. Keterikatan benang pandangan antar manusia mengikat manusia dalam satu kungkungan semu yang tidak menghasilkan apa – apa dalam kehidupan manusia.

Teori – teori yang bermunculan dengan segala pencerahan yang ada didalamnya menjadi partamorgana yang semakin membuat kehidpuan manusia semakin tidak berarah dan tidak pasti, tolak ukur semakin tidak jelas, arti kebahagian menjadi semakin tidak dirasakan dan dimengerti. Pemikiran – pemikiran moderen semakin menyesatkan manusia dalam labirin yang semakin tak berujung.

Pemikiran primtif yang kuno dan sederhana menuntun manusia kedalam kehidupan yang serba terbatas segala seesuatu harus dilakukan dengan kerja keras dan waktu yang lama, yang mungkin pada saat ini kita anggap sebagai sesuatu yang menyusahkan dan tidak memiliki keguanaan bagi kehidupan manusia. Walaupun berat dan menyusahkan pemikiran primitif membuat kehidupan manusia menjadi lebih sederhana dan lebih menentu, dalam pikiran manusia primitif kehidupan mereka hanya fokus kepada bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan jasmani, tanpa terjebak oleh prestise kehidupan.

Dan apabila direnungkan inti dari tujuan kehidupan manusia baik perorangan maupun kelompok sangat sederhana yaitu manusia selalu ingin mendapatkan yang mereka inginkan dan butuhkan, sehingga untuk mencapai hal tersebut manusia melakukan berbagai hal baik berupa pemikiran ataupun tindakan. Akan tetapi semua yang dilakukan oleh manusia bagaikan mengejar bayangan diri sendiri, ketika kita kejar bayangan diri kitapun ikut  berlari, kita berhenti bayangan pun ikut berheti.
Kita bagaikan terjebak dalam lingkaran yang tidak memiliki pangkal dan ujung, memaksa kita terus berlari tanpa tempat finis dan hal tersebut kita wariskan turun temurun kegenerasi selanjuntnya. Walaupun dalam berbagai ajaran agama tujuan dan tempat finis kehidupan manusia sudah ditentukan berdasarkan firman Tuhan dalam kitab suci masing – masing agama.

Manusia selalu mengingkari dan mencari – cari tujuan hidupnya sendiri – diri berdasarkan apa yang telah dialami.  Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dalam hidup ini semakin kucari semakin membawa diri ini kedalam kebingungan.

Thursday, April 24, 2014

Chinmoku : Diam Dalam Komunikasi Bangsa Jepang

Artikel ini akan mengulas tentang Chinmoku yang dikemukakan oleh Roger J. Davies dan Osamu Ikeno dengan judul " The Japanese Mind" yang diterbitkan pada tahun 2002. Chinmoku adalah budaya komunikasi orang Jepang yang memiliki keunikan tersendiri, dimana masyarakat Jepang dalam kesharianya, seperi bersosilaisai, bekerja dan kegiatan belajar mengajar dikelas lebih banyak  diam dibandingkan negara lainya.


Ada beberapa alasan kenapa masyarakat Jepang lebih banyak diam diantaranya :
  1. faktor sejarah
  2. kelompok penguasa Jepang
Masyarakat Jepang telah lama menggangap bahwa diam merupakan sesuatu yang baik mereka mengganggap diam merupakan sikap yang yang sebenarnya dari seseorang. Repleksi prilaku komunikasi bangsa Jepang disimbolkan melalui dua kata yaitu haragei dan ishin denshin yang mengarahkan seseoranh untuk berkomunikasi dengan rasa hormat.

Bangsa  Jepang percaya bahwa bahwa kebenarab hanya berada dibagian dalam diri manusia yang disimbolkan berupa hati. Bagian tubuh luar seperti wajah, mulut, kata - kata, kontras dengan kemampuan kognitif dan kepalsuan moral.

Dalam kehidupan sosial bangsa Jepang masyrakat biasa mengidentifikasi diri sebagai komponen penting dalam kelompok  masyarakat. Chinmoku biasanya digunakan untuk menunjukan keprihatinan atau keraguan dan sedang mencari cara berkomunukasi dengan lembut.

selain itu juga diam dilakukan untuk menyakiti sesorang atau seseorang agar tetap menjaga jarak yang telah ditentukan. Diam dijadikan sebagai alat untuk menjaga suatu posisi atau menyembunyikan kenyataan yang dirasa salah.
 

Sunday, April 20, 2014

Makna Paribasa " Dibeuwueng Di Utahkeun" Dalam Komunikasi Suku Sunda

Komunikasi merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia karena komunikasi merupakan penghubung antara manusia dengan manusia lainya. Pada era sekarang komunikasi menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan baik untuk individu, kelompok bahkan negara.

Setiap suku bangsa memiliki gaya komunikasi yang berbeda, perbedaan tersebut terjadi salah satunya dikarenakan perbedaa geografis dan budaya wilyah tersebut. Begitu juga di suku Sunda memiliki gaya berkomunikasi yang berbeda dengan suku lainya.

Gaya komuniksi suku Sunda terus berkembang sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Walau demikian dalam berkomunikasi suku Sunda memilki patokan berupa paribasa atau pribahasa dalan bahasa Indonesia yang diajarkan secar turun temurun, patokan tersebut merupakan buah pemikiran yang mendalam dari leluhur suku Sunda tentang penting komunikasi dalam kehidupan menusia.

Dalam berkomunikasi leluhur suku Sunda selalu menjungjung tinggi perasaan orang yang diajak berkomunikasi hal tersebut tercemin dari pribahasa sunda "Dibeuwueng Di Utahkeun". Maksud dari pribahasa tersebut adalah bahwa sebelum kita menyampaikan sesuatu kepada orang lain kita harus menimbang -nimbang dulu apa yang akan kita sampaikan, cara penyampaian yang akan digunakan  dan bahasa yang digunakan.

Tolak ukur yang digunakan oleh suku Sunda dalam mempertimbangkan apa yang akan disampaikan kepada orang lain adalah rasa atau dikenal dengan "aji rasa" atau ngaji diri dimana perasaan kita menjadi parameter. Kalau hal tersebut terasa sakit oleh kita mak kepada orang lain rasanya pun akan sama.

Suku Sunda sangat memperhatikan perasaan orang lain sehingga dalam logat bicanya suku Sunda dikenal halus berbeda dengan suku yang berada diluar Jawa seperti Sumatra logat bahasanya cendrung keras seperti sedang marah. Suku Sunda sangat mengedepankan kelenturan dan keseimbangan serta kebersamaan hal tersebut telihat dari kesenuan dan alat - alat kesenian seperti Angklung, Degung, Rampak Bedug, Rampak Kendang dan sebagainya, kesenian tersebut hanya bisa dimainkan oleh banyak orang tidak bisa dimainkan sendiri - sendiri.

Saturday, April 19, 2014

Peranan Kokolot Kampung Dalam Kehidupan Masyarakat Sunda

Ketika kita masih muda dan belum berumah tangga kita selalu risih kalau orangtua kita memberi nasehat, kita merasa didekte dan menganggap bahwa orangtua kita tidak tahu apa - apa tentang kehidupan kita karena zaman yang kita alami sekarang berbeda dengan zaman orangtua kita dulu.

Perasaan tersebut muncul karena kita menggap bahwa pikiran orangtua kita tidak logis, kolot dan besandar ke hal -hal mitos. Akan tetapi hal demikian akan terasa salah tak kala kita sudah berumah tangga  terutama kita baru memiliki anak disana akan terasa begitu pentingnya nasehat orang tua karena kita tidak tahu apa yang harus dilakukan saat menghadapi anak saat rewel tanpa sebab kita akan memahami pikiran yang dulu kita anggap kolot dan tidak logis dapat diterima oleh nalar kita seiring berjalanya waktu dan beragamnya permasalahan yang kita hadapi.

Ditinjau dari kebiasaan yang  berkembang didalam kehidupan masyarakat terutama masyarakat Sunda tempo dulu dikenal yang namanya kokolot atau sesepuh kampung yaitu orang yang dituakan yang menjadi tempat mencari solusi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat dikampungnya. Sesepuh kampung sering diminta pertolongan dari permasalahan kecil sampai ke permsalahan yang cukup pelik baik permasalahan perorangan atau masalah umum.

Dari uraian diatas akan memunculkan beberapa pertayaan yang menarik tentang kokolot kampung. Pertayaan tersebut diantaranya :
  1.  Apa yang dimaksud dengan kokolot ?
  2. Bagaimana proses pemilihan kokolot?
  3. Bagaimana peranan kokolot dalam kehidupan masyarakat yang ada disekelilingnya?
Untuk dapat memahami peranan kokolot kampung dalam kehidupan masyarakat Sunda mari kita urai berdasarkan pertayaan diatas :

Pengertian Kokolot

Kata kokolot dalam bahasa sunda berasal dari kata kolot yang berarti tua sedangkan secara kontektual kata kokolot berarti orang yang dituakan. Pengertian dituakan dalam hal ini tidak hanya dilihat dari segi usianya saja tetapi dituakan dari berbagi segi seperti kecerdasan, pengalaman dan kemampuan seperitual orang yang dijadikan kokolot.

Proses Pemilihan Kokolot

Kokolot berbeda dengan jabatan RT atau RW yang memiliki peran dan aturan yang baku, gelar kokolot tidak didapat berdasarkan pemilihan akan tetapi didapat secara tidak langsung dari masyarakat sekitarnya.
Gelar kokolot didapat oleh seseorang dikarenakan orang tersebut dipercaya mampu membantu menyelesaiakan berbagai permasalahan dihadapi mulai dari masalah anak rewel sampai masalah umum lainya.

Peran Kokolot Dalam Kehidupan

Kokolot kampung memiliki peranan yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat Sunda, pada masyarakat Sunda tempo dulu kokolot kampung memiliki peranan sebagai berikut :
  1. Kokolot kampung berperan sebagai pemimpin ritual adat yaitu setiap ada perhelatan adat seperti panen, kelahiran bayi sampai dengan prosesi kematian kokolot menjadi pemimpin terdepan dalam menyelenggarakan ritual tersebut.
  2. Kokolot berperan sebagai penasehat dalam mengahadapi segala permasalahan yang dihadapi baik masalah pribadi ataupun umum masyarakat tempo dulu sering berkonsultasi dengan kokolot dalam menghadapi masalah yang dihadapi pendapat kokolot menjadi salah satu pertimbangan dalam memtuskan suatu perkara.
  3. Kokolot sebagai tempat meminta pertolongan pertama dalam menghadapi masalah medis, yaitu ketika ada salah satu anggota keluarga dari masyarakat yang mengalami sakit maka orang yang pertama kali yang diminta tolong adalah kokolot seperti anak bayi yang rewel, keseleo atau patah tulang tidak akan dulu dibawa kedokter akan tetapi diperiksa dulu oleh kokolot baru kalau tidak ada perubahan masyarakat akan membawanya kedokter
Demikian artikel tentang kokolot semoga bermanfaat dan apabila telah dikaji lebih lanjut maka akan segera diposting.

Psikologi Masyarakat Sunda dalam Dimensi Budaya (oleh Nandang Cahyana)



Ilmu psikologi adalah ilmu yang membahas manusia dari sisi kejiwaan (psikis). Masalah psikologi adalah salah satu masalah yang banyak diteliti dan dibahas dalam kehidupan manusia, hal tersebut dilakukan karena manusia bersifat dinamis dan berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi.
Dimana dari satu generasi kegenarasi berikutnya manusia terus melakukan ekplorasi terhadap pontensi yang dimiliki sehingga manusia dapat menjalani kehidupan dengan  lebih baik dan lebih mudah dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Ditinjau dari psikologi manusia dapat dikatakan  sebagai individu yang integral (terkait) satu dengan yang lainya serta  memiliki karaktersistik masing – masing.

Karakteristik  adalah sifat individu  yang membentuk kepribadian yang menjadi identitas individu tersebut  yang menjadi penanda keberadaan individu tersebut diantara individu yang lainya. Secara kodrati manusia menyandang dua kepripadian yaitu manusia sebagai individu dan manusia sebagai mahluk sosial, sebagai individu manusia bersifat egosentris dalam artian manusia akan lebih memperhatikan dan mementingkan kebutuahan dirinya, hal tersebut terjadi karena manusia terlahir dengan karakteristik yang unik dan memiliki kemerdekaan sedangkan sebagai mahluk sosial manusia merupakan individu yang tidak bisa berdiri sendiri dalam memenuhi kebutahanya karena manusia memiliki keterbatasan yang hanya dapat dikuatkan dari bantuan individu yang lainya.

Integrasi yang dilakukan oleh  individu dalam memenuhi kebutuhanya memaksa individu membentuk kelompok, seiring dengan berkembangnya waktu kelompok yang terbentuk terus bertambah jumlahnya dengan karakteristik yang berbeda – beda, karakteristik yang dimiliki antar kelompok berkembang menjadi sebuah budaya, budaya adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh sekelompok individu yang menjadi karakter (sifat) atau identitas kelompok tersebut dengan kelompok lainya.
Budaya merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia hal tersebut dapat kita lihat bagaimana budaya menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan manusia, pada artikel kali ini kita akan membahas psikologi dalam budaya Sunda.

Seperti telah dikemukaan sebelumnya bahwa masalah psikologi adalah salah satu masalah yang banyak diteliti dan dibahas dalam kehidupan manusia, maka hal tersebut menandakan psikologi merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia di berbagai belahan dunia termasuk di nusantara.

Masalah psikologi sebenarnya bukanlah masalah yang asing bagi masayarakat nusantara terutama masyarakat suku Sunda. Hanya saja masyarakat Sunda jaman dulu tidak menggunakan istilah psikologi karena istilah psikologi merupakan istilah serapan dari bahasa asing.

Karakter Suku Sunda

Untuk dapat mengetahui psikologi dalam  budaya Sunda  maka terlebih dahulu kita harus mengenal karakter masyarakat suku Sunda. Secara karakteristik masyarakat suku Sunda merupakan masyarakat yang memiliki karakter  sopan santun hal tersebut ditandai dengan beragamnya kosa kata yang memiliki makna sama dalam bahasa Sunda,  pengunaan kosa kata  dalam bahaaaasa Subda didasarkan pada kontek yang dihadapi misalkan kita menawari makan seseorang untuk makan bersama  dalam bahasa Indonesia kita tidak menggunakan kosa kata yang berbeda dalam menawari seseorang apakah orang yang kita ajak makan itu usianya lebih tua dari kita, sebaya atau usianya dibawah kita, kita  tetap mengunakan kata makan bagi orang yang kita ajak.

Berbeda dengan bahasa Sunda ajakan makan mengunakan kosa kata yang berbeda dengan makna yang sama, penggunaan kosa kata berbeda dilakukan dengan tujuan sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang diajak disesuaikan dengan usia orang yang kita ajak, mengajak makan untuk orang yang usianya lebih tinggi maka masyarakat Sunda menggunakan kata tuang (makan), untuk mengajak makan orang yang usianya sama atau sebaya dengan kata menggunakan kata dahar (makan) dan untuk mengajak makan orang usianya lebih muda mengunakan kata emam (makan).
Pengunaan kosa kata berdasarkan kontek/usia yang dihadapi dalam bahasa Sunda merupakan pertanda bahwa secara karakteristik masyarakat suku Sunda begitu memperhatikan masalah kejiwaan sebagai hal yang penting bagi manusia.  Masyarakat suku Sunda selalu berusaha menempatkan individu sesuai dengan keadaanya hal tersebut penting dilakukan agar terciptanya kesimbangan didalam masyarakat suku Sunda sehingga tatanan kehidupan dapat berjalan dengan baik tanpa teganggu oleh konflik batin yang dialami oleh anggotanya.

Pola Pikir Masyarakat Sunda

Pola pikir masayarakat suku Sunda dalam memaknai segala sesuatu yang ada disekelilinnya disandarkan pada kata kirata (dikira-kira tapi karasa) yang apabila  kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia berbunyi dikira-kira tapi terasa. Walapupun kata kirata terkesan nyelenah dan asal – asalan tidak  berarti pola pikir masayarakat suku Sunda demikian, pemikiran masyarakat suku Sunda berpikir berdasarkan  asal usul sesuatu yang ada disekelilingnya hal tersebut terlihat dari kebiasaan masyarakat suku sunda dalam memberi nama seperti nama makanan cireng singkatan dari aci digoreng, cilok singkatan dari aci dicolok, comro singkatan dari ocomdi jero dan sebagainya.

Filosifi Masyarakat Sunda

Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa masyarakat suku Sunda sangat menjungjung  tinggi perasaan orang yang ada disekelilingya hal tersebut merupakan warisan turun temurun dari orang tua sebelumnya dasar tersebut diajarkan dengan ajaran “dibeuweung diutahkeun” dalam bahasa Indonesia bermakna dikunyah baru dimuntahkan ajaran tersebut mengajarkan bahwa sebelum kita menyapaikan sesuatu kepada orang lain maka terlebih dahulu masyarakat suku Sunda harus mempertimbangkan apa yang akan di sampaikan kepada orang tersebut , apakah hal tersebut akan menyakiti, menyinggung perasaan orang yang akan kita tuju atau tidak.
Segala sesuatu yang berkenaan dengan perasaan orang lain terlebih dahulu harus diuji berdasarkan perasaan yang kita miliki sehingga tidak menimbulkan permasalahan ketika hal tersebut disampaikan.

Pola Kepemimpinan

Dalam pola kepemimpinan di masyarakat suku Sunda pemimpin harus bersifat “liat tali leles jejer”  maksudnya adalah bahwa pemimpin harus memiliki ideologi yang kuat dengan sikap tidak mudah menyerah dan  mampu menghadapi orang yang dihadapi sesuai dengan karakternya dan “pindah cai pindah tampian”  maksudnya bahwa dimanapun   pemimpin tersebut  berada harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dia berada.

Pengertian Anak Tunagrahita

Pengertian Anak Tunagrahita Ringan

Banyak definisi tentang anak tunagrahita yang tercantum dalam berbagai buku yang dikemukakan oleh para ahli sesuai dengan bidang keilmuan masing – masing. Di Indonesia pengertian anak tunagrahita tercantum dalam peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1991, anak tunagrahita dinyatakan sebagai anak–anak dalam kelompok dibawah normal dan/atau lebih lamban dari pada anak normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasanya.

Sedangkan salah satu definisi yang saat ini diterima secara luas dan dijadikan rujukan utama adalah definisi dari American on Mental Deficiency (AAMD) yang dikutip Grosman (Kirk & Gallagher, 1986:116) adalah sebagai berikut “ Mental retardation fefers to significantly subaverage general intellectual functioning existing concurrently with deficits in adaptive behavior and manifested during the developmental period “.

Menurut Astati dan Lis Mulyati (Astati, Lis Mulyati, 2010) pengdefinisian atau pengertian anak tunagrahita mengacu kepada :

  1. Fungsi intelek umum yang berada di bawah rata – rata, fungsi intelektual umum secara siginifikan berada di bawah rata –rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar – benar meyakinkan sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak normal rata – rata mempunyai IQ (Intelligence Quotient) 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
  2. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian, kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif), maksudnya bahwa yang bersangkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan pekerjaan – pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya.
  3. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
  4. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan secara umum anak tunagrahita adalah anak yang memiliki ciri fungsi intelektual umum di bawah rata – rata, kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan.

Klasifikasi Anak Tunagrahita

Pengklasifikasian diperlukan untuk mengetahui tingkatan ketunagrahitaan yang dialami oleh anak tunagrahita, agar anak tunagrahita mendapatkan penanganan yang sesuai dengan kondisi yang dialami.
Terdapat berbagai macam pengklasifikasian tentang anak tunagrahita berdasarkan bidang keilmuan masing masing, secara umum pengklasifikasian anak tunagrahita ada dua jenis yaitu :
Klasifikasi Anak Tunagrahita menurut tingkat inteligensinya

Berdasarkan ukuran tingkat inteligensinya Grosman (1983) dengan menggunakan system skala Binet membagi ketunagrahitaan dalam klasifikasinya :

TERM
IQ RANGE FOR LEVEL
Mild Mental Retardation
50-55 top Aporox, 70
Moderate Mental Retardation
35-4 to 50-55
Severe Mental Retardation
20-25 to 35-40
Profound Mental Retardation  Unspecfied
Below 20 or 25

Klasifikasi Leo Kaner

Klasifikasi Leo Kanner adalah klasifikasi yang dikembangkan oleh Leo Kanner, dimana tuna grahita diklasikfikasikan menjadi tiga jenis yaitu :
Absolute Mentally Retarded (tunagrahita absolut)
Relative Mentally Retarded (tunagrahita relative)
Pseudo Metally Retarded (tunagrahita semu)

Klasifikasi yang digunakan pada saat ini adalah klasifkasi yang dikemukakan oleh AAMD (Hallahan, 1982:34), sebagai berikut:

Mild mental retardation (tunagrahita ringan) IQ-nya 70-755
Moderate mental retardation (tunagrahita sedang ) IQ-nya 55-40
Severe mental retardation (tunagrahita berat)  IQ-nya 40-25
Profound mental retardation (tunagrahita sangat berat) IQ-nya 25 ke bawah.
Klasifikasi yang digunakan di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tunagrihata dibagi dalam tiga jenis yaitu :
Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70.
Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50.
Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya dibawah 30.

Permasalahan  Anak Tunagrahita

Permasalahan yang dihadapi oleh anak tunagrahita bermacam – macam baik ditinjau dari segi kualitatif ataupun kuantitatif, walau demikian ada pula kesamaan permasalahan yang dirasakan bersaman oleh sekelompok dari anak tunagrahita. Menurut Astati (2010) Permasalah yang dihadapi oleh  anak tunagrahita diantaranya :
  1. Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari – hari, masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaaan diri dalam kehidupan sehari – hari. Melihat kondisi keterbatasan anak – anak dalam kehidupan sehari – hari mereka banyak mengalami kesulitan apalagi yang termasuk kategori berat dan sangat berat dalam melakukan kehidupan sehari – harinya sangat memerlukan bimbingan. Karena itulah para guru di sekolah diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam melatih dan membiasakan anak didik untuk melakukan kegiatan binda diri. Masalah – masalah yang sering ditemukan di antaranya adalah : cara makan, menggosok gigi, memakai baju, memasang sepatu, dan lain – lain.
  2. Masalah kesulitan belajar, dapat disadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan berpikir mereka, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mereka sudah tentu mengalami kesulitan belajar, yang tentu pula kesulitan tersebut terutama dalam bidang pengajaran akademik misalnya : matematika, IPA, bahasa, sedangkan untuk bidang studi non-akademik mereka tidak banyak mengalami kesulitan belajar. Masalah – masalah yang sering dirasakan dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar diantaranya : kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, kemampuan berpikir abstrak yang terbatas dan daya ingat yang lemah.
  3. Masalah penyesuain diri, masalah ini berkaitan dengan masalah atau kesulitan dalam hubungannya dengan kelompok maupun individu di sekitarnya. Disadari bahwa kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan anak tunagrahita jelas – jelas berada di bawah rata – rata (nornmal) maka dalam kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan. Di smping itu mereka ada kecenderungan diisolir (dijauhi) oleh lingkungannya, apakah itu masyarakat atau keluarganya. Dapat juga terjadi anak ini tidak diakui secara penuh sebagai individu yang berpribadi dan hal tersebut dapat berakibat fatal terhadap pembentukan pribadi, sehingga mengakibatkan suatu kondisi pada individu itu tentang ketidakmampuannya di dalam menyesuaikan diri baik terhadap tuntutan sekolah, keluarga masyarakat, dan bahkan terhadap dirinya sendiri.
  4. Masalah penyaluran ke tempat kerja, secara empirik dapat dilihat bahwa kegidupan anak tunagrahita cenderung banyak yang masih menggantungkan diri kepada orang lain terutama kepada keluarga (orang tua) dan masih sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri, inipun masih terbatas pada anak tunagrahita ringan. Dengan demikian perlu disadari betapa pentingnya masalah penyaluran tenaga kerja tunagrahita ini dan untuk itu perlu dipikirjan matang – matang dan dapat diwujudkan dengan penanganan yang serius. Kehidupan anak tunagrahita ini cukup memprihatinkan. Setelah selesai mengikuti program pendidikan ternyata masih banyak yang sangat menggantungkan diri dan membebani kehidupan keluarga. Disamping beberapa usaha tersebut di atas perlu ada imbangan dari pihak sekolah untuk lebih banyak meningkatkan kegiatan non-akademik baik itu berupa kerajinan tangan, keterampilan, dan  sebagainya, yang semuanya itu digarapkan dapat membekali mereka untuk terjun ke masyarakat sebagai individu yang mandiri.
  5. Masalah kepribadian dan emosi, memahami akan kondisi karakteristik mentalnya, Nampak jelas bahwa anak tunagrahita kurang memiliki kemampuan berpikir, kesimbangan pribadinya kurang konstan/labil, kondisi yang demikian itu dapat dilihat pada penampilan tingkah lakunya sehari – hari, misalnya : berdiam diri berjam – jam lamanya, gerakan yang hiperaktif, mudah marah dan mudah tersinggung, serta mengganggu orang lain di sekitarnya.
  6. Masalah pemanfaatan waktu luang, adalah wajar untuk anak tunagrahita dalam tingkat lakunya sering menampilkan tingkah laku nakal. Dengan kata lain bahwa anak – anak ini berpotensi untuk menganggu ketenangan lingkungannya, apakah terhadap benda – benda ataupun manusia di sekitarnya, apalagi mereka yang hiperaktif. Untuk mengimbangi kondisi ini sangat perlu adanya imbangan kegiatan dlam waktu luang, sehingga mereka dapat terjuhkan dari kondisi yang berbahaya, dan pula tidak sampai mengganggu ketenangan masyarakat maupun keluarganya sendiri.