Saturday, April 19, 2014

Pengertian Anak Tunagrahita

Pengertian Anak Tunagrahita Ringan

Banyak definisi tentang anak tunagrahita yang tercantum dalam berbagai buku yang dikemukakan oleh para ahli sesuai dengan bidang keilmuan masing – masing. Di Indonesia pengertian anak tunagrahita tercantum dalam peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1991, anak tunagrahita dinyatakan sebagai anak–anak dalam kelompok dibawah normal dan/atau lebih lamban dari pada anak normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasanya.

Sedangkan salah satu definisi yang saat ini diterima secara luas dan dijadikan rujukan utama adalah definisi dari American on Mental Deficiency (AAMD) yang dikutip Grosman (Kirk & Gallagher, 1986:116) adalah sebagai berikut “ Mental retardation fefers to significantly subaverage general intellectual functioning existing concurrently with deficits in adaptive behavior and manifested during the developmental period “.

Menurut Astati dan Lis Mulyati (Astati, Lis Mulyati, 2010) pengdefinisian atau pengertian anak tunagrahita mengacu kepada :

  1. Fungsi intelek umum yang berada di bawah rata – rata, fungsi intelektual umum secara siginifikan berada di bawah rata –rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar – benar meyakinkan sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak normal rata – rata mempunyai IQ (Intelligence Quotient) 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi 70.
  2. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian, kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif), maksudnya bahwa yang bersangkutan tidak/kurang memiliki kesanggupan untuk melakukan pekerjaan – pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya.
  3. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan, yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun.
  4. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan secara umum anak tunagrahita adalah anak yang memiliki ciri fungsi intelektual umum di bawah rata – rata, kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian dan ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan.

Klasifikasi Anak Tunagrahita

Pengklasifikasian diperlukan untuk mengetahui tingkatan ketunagrahitaan yang dialami oleh anak tunagrahita, agar anak tunagrahita mendapatkan penanganan yang sesuai dengan kondisi yang dialami.
Terdapat berbagai macam pengklasifikasian tentang anak tunagrahita berdasarkan bidang keilmuan masing masing, secara umum pengklasifikasian anak tunagrahita ada dua jenis yaitu :
Klasifikasi Anak Tunagrahita menurut tingkat inteligensinya

Berdasarkan ukuran tingkat inteligensinya Grosman (1983) dengan menggunakan system skala Binet membagi ketunagrahitaan dalam klasifikasinya :

TERM
IQ RANGE FOR LEVEL
Mild Mental Retardation
50-55 top Aporox, 70
Moderate Mental Retardation
35-4 to 50-55
Severe Mental Retardation
20-25 to 35-40
Profound Mental Retardation  Unspecfied
Below 20 or 25

Klasifikasi Leo Kaner

Klasifikasi Leo Kanner adalah klasifikasi yang dikembangkan oleh Leo Kanner, dimana tuna grahita diklasikfikasikan menjadi tiga jenis yaitu :
Absolute Mentally Retarded (tunagrahita absolut)
Relative Mentally Retarded (tunagrahita relative)
Pseudo Metally Retarded (tunagrahita semu)

Klasifikasi yang digunakan pada saat ini adalah klasifkasi yang dikemukakan oleh AAMD (Hallahan, 1982:34), sebagai berikut:

Mild mental retardation (tunagrahita ringan) IQ-nya 70-755
Moderate mental retardation (tunagrahita sedang ) IQ-nya 55-40
Severe mental retardation (tunagrahita berat)  IQ-nya 40-25
Profound mental retardation (tunagrahita sangat berat) IQ-nya 25 ke bawah.
Klasifikasi yang digunakan di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tunagrihata dibagi dalam tiga jenis yaitu :
Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70.
Tunagrahita sedang IQ-nya 30-50.
Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya dibawah 30.

Permasalahan  Anak Tunagrahita

Permasalahan yang dihadapi oleh anak tunagrahita bermacam – macam baik ditinjau dari segi kualitatif ataupun kuantitatif, walau demikian ada pula kesamaan permasalahan yang dirasakan bersaman oleh sekelompok dari anak tunagrahita. Menurut Astati (2010) Permasalah yang dihadapi oleh  anak tunagrahita diantaranya :
  1. Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari – hari, masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaaan diri dalam kehidupan sehari – hari. Melihat kondisi keterbatasan anak – anak dalam kehidupan sehari – hari mereka banyak mengalami kesulitan apalagi yang termasuk kategori berat dan sangat berat dalam melakukan kehidupan sehari – harinya sangat memerlukan bimbingan. Karena itulah para guru di sekolah diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam melatih dan membiasakan anak didik untuk melakukan kegiatan binda diri. Masalah – masalah yang sering ditemukan di antaranya adalah : cara makan, menggosok gigi, memakai baju, memasang sepatu, dan lain – lain.
  2. Masalah kesulitan belajar, dapat disadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan berpikir mereka, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa mereka sudah tentu mengalami kesulitan belajar, yang tentu pula kesulitan tersebut terutama dalam bidang pengajaran akademik misalnya : matematika, IPA, bahasa, sedangkan untuk bidang studi non-akademik mereka tidak banyak mengalami kesulitan belajar. Masalah – masalah yang sering dirasakan dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar diantaranya : kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, kemampuan berpikir abstrak yang terbatas dan daya ingat yang lemah.
  3. Masalah penyesuain diri, masalah ini berkaitan dengan masalah atau kesulitan dalam hubungannya dengan kelompok maupun individu di sekitarnya. Disadari bahwa kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan anak tunagrahita jelas – jelas berada di bawah rata – rata (nornmal) maka dalam kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan. Di smping itu mereka ada kecenderungan diisolir (dijauhi) oleh lingkungannya, apakah itu masyarakat atau keluarganya. Dapat juga terjadi anak ini tidak diakui secara penuh sebagai individu yang berpribadi dan hal tersebut dapat berakibat fatal terhadap pembentukan pribadi, sehingga mengakibatkan suatu kondisi pada individu itu tentang ketidakmampuannya di dalam menyesuaikan diri baik terhadap tuntutan sekolah, keluarga masyarakat, dan bahkan terhadap dirinya sendiri.
  4. Masalah penyaluran ke tempat kerja, secara empirik dapat dilihat bahwa kegidupan anak tunagrahita cenderung banyak yang masih menggantungkan diri kepada orang lain terutama kepada keluarga (orang tua) dan masih sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri, inipun masih terbatas pada anak tunagrahita ringan. Dengan demikian perlu disadari betapa pentingnya masalah penyaluran tenaga kerja tunagrahita ini dan untuk itu perlu dipikirjan matang – matang dan dapat diwujudkan dengan penanganan yang serius. Kehidupan anak tunagrahita ini cukup memprihatinkan. Setelah selesai mengikuti program pendidikan ternyata masih banyak yang sangat menggantungkan diri dan membebani kehidupan keluarga. Disamping beberapa usaha tersebut di atas perlu ada imbangan dari pihak sekolah untuk lebih banyak meningkatkan kegiatan non-akademik baik itu berupa kerajinan tangan, keterampilan, dan  sebagainya, yang semuanya itu digarapkan dapat membekali mereka untuk terjun ke masyarakat sebagai individu yang mandiri.
  5. Masalah kepribadian dan emosi, memahami akan kondisi karakteristik mentalnya, Nampak jelas bahwa anak tunagrahita kurang memiliki kemampuan berpikir, kesimbangan pribadinya kurang konstan/labil, kondisi yang demikian itu dapat dilihat pada penampilan tingkah lakunya sehari – hari, misalnya : berdiam diri berjam – jam lamanya, gerakan yang hiperaktif, mudah marah dan mudah tersinggung, serta mengganggu orang lain di sekitarnya.
  6. Masalah pemanfaatan waktu luang, adalah wajar untuk anak tunagrahita dalam tingkat lakunya sering menampilkan tingkah laku nakal. Dengan kata lain bahwa anak – anak ini berpotensi untuk menganggu ketenangan lingkungannya, apakah terhadap benda – benda ataupun manusia di sekitarnya, apalagi mereka yang hiperaktif. Untuk mengimbangi kondisi ini sangat perlu adanya imbangan kegiatan dlam waktu luang, sehingga mereka dapat terjuhkan dari kondisi yang berbahaya, dan pula tidak sampai mengganggu ketenangan masyarakat maupun keluarganya sendiri.

No comments:

Post a Comment