Saturday, April 19, 2014

Psikologi Masyarakat Sunda dalam Dimensi Budaya (oleh Nandang Cahyana)



Ilmu psikologi adalah ilmu yang membahas manusia dari sisi kejiwaan (psikis). Masalah psikologi adalah salah satu masalah yang banyak diteliti dan dibahas dalam kehidupan manusia, hal tersebut dilakukan karena manusia bersifat dinamis dan berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi.
Dimana dari satu generasi kegenarasi berikutnya manusia terus melakukan ekplorasi terhadap pontensi yang dimiliki sehingga manusia dapat menjalani kehidupan dengan  lebih baik dan lebih mudah dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Ditinjau dari psikologi manusia dapat dikatakan  sebagai individu yang integral (terkait) satu dengan yang lainya serta  memiliki karaktersistik masing – masing.

Karakteristik  adalah sifat individu  yang membentuk kepribadian yang menjadi identitas individu tersebut  yang menjadi penanda keberadaan individu tersebut diantara individu yang lainya. Secara kodrati manusia menyandang dua kepripadian yaitu manusia sebagai individu dan manusia sebagai mahluk sosial, sebagai individu manusia bersifat egosentris dalam artian manusia akan lebih memperhatikan dan mementingkan kebutuahan dirinya, hal tersebut terjadi karena manusia terlahir dengan karakteristik yang unik dan memiliki kemerdekaan sedangkan sebagai mahluk sosial manusia merupakan individu yang tidak bisa berdiri sendiri dalam memenuhi kebutahanya karena manusia memiliki keterbatasan yang hanya dapat dikuatkan dari bantuan individu yang lainya.

Integrasi yang dilakukan oleh  individu dalam memenuhi kebutuhanya memaksa individu membentuk kelompok, seiring dengan berkembangnya waktu kelompok yang terbentuk terus bertambah jumlahnya dengan karakteristik yang berbeda – beda, karakteristik yang dimiliki antar kelompok berkembang menjadi sebuah budaya, budaya adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh sekelompok individu yang menjadi karakter (sifat) atau identitas kelompok tersebut dengan kelompok lainya.
Budaya merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia hal tersebut dapat kita lihat bagaimana budaya menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan manusia, pada artikel kali ini kita akan membahas psikologi dalam budaya Sunda.

Seperti telah dikemukaan sebelumnya bahwa masalah psikologi adalah salah satu masalah yang banyak diteliti dan dibahas dalam kehidupan manusia, maka hal tersebut menandakan psikologi merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia di berbagai belahan dunia termasuk di nusantara.

Masalah psikologi sebenarnya bukanlah masalah yang asing bagi masayarakat nusantara terutama masyarakat suku Sunda. Hanya saja masyarakat Sunda jaman dulu tidak menggunakan istilah psikologi karena istilah psikologi merupakan istilah serapan dari bahasa asing.

Karakter Suku Sunda

Untuk dapat mengetahui psikologi dalam  budaya Sunda  maka terlebih dahulu kita harus mengenal karakter masyarakat suku Sunda. Secara karakteristik masyarakat suku Sunda merupakan masyarakat yang memiliki karakter  sopan santun hal tersebut ditandai dengan beragamnya kosa kata yang memiliki makna sama dalam bahasa Sunda,  pengunaan kosa kata  dalam bahaaaasa Subda didasarkan pada kontek yang dihadapi misalkan kita menawari makan seseorang untuk makan bersama  dalam bahasa Indonesia kita tidak menggunakan kosa kata yang berbeda dalam menawari seseorang apakah orang yang kita ajak makan itu usianya lebih tua dari kita, sebaya atau usianya dibawah kita, kita  tetap mengunakan kata makan bagi orang yang kita ajak.

Berbeda dengan bahasa Sunda ajakan makan mengunakan kosa kata yang berbeda dengan makna yang sama, penggunaan kosa kata berbeda dilakukan dengan tujuan sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang diajak disesuaikan dengan usia orang yang kita ajak, mengajak makan untuk orang yang usianya lebih tinggi maka masyarakat Sunda menggunakan kata tuang (makan), untuk mengajak makan orang yang usianya sama atau sebaya dengan kata menggunakan kata dahar (makan) dan untuk mengajak makan orang usianya lebih muda mengunakan kata emam (makan).
Pengunaan kosa kata berdasarkan kontek/usia yang dihadapi dalam bahasa Sunda merupakan pertanda bahwa secara karakteristik masyarakat suku Sunda begitu memperhatikan masalah kejiwaan sebagai hal yang penting bagi manusia.  Masyarakat suku Sunda selalu berusaha menempatkan individu sesuai dengan keadaanya hal tersebut penting dilakukan agar terciptanya kesimbangan didalam masyarakat suku Sunda sehingga tatanan kehidupan dapat berjalan dengan baik tanpa teganggu oleh konflik batin yang dialami oleh anggotanya.

Pola Pikir Masyarakat Sunda

Pola pikir masayarakat suku Sunda dalam memaknai segala sesuatu yang ada disekelilinnya disandarkan pada kata kirata (dikira-kira tapi karasa) yang apabila  kita terjemahkan kedalam bahasa Indonesia berbunyi dikira-kira tapi terasa. Walapupun kata kirata terkesan nyelenah dan asal – asalan tidak  berarti pola pikir masayarakat suku Sunda demikian, pemikiran masyarakat suku Sunda berpikir berdasarkan  asal usul sesuatu yang ada disekelilingnya hal tersebut terlihat dari kebiasaan masyarakat suku sunda dalam memberi nama seperti nama makanan cireng singkatan dari aci digoreng, cilok singkatan dari aci dicolok, comro singkatan dari ocomdi jero dan sebagainya.

Filosifi Masyarakat Sunda

Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa masyarakat suku Sunda sangat menjungjung  tinggi perasaan orang yang ada disekelilingya hal tersebut merupakan warisan turun temurun dari orang tua sebelumnya dasar tersebut diajarkan dengan ajaran “dibeuweung diutahkeun” dalam bahasa Indonesia bermakna dikunyah baru dimuntahkan ajaran tersebut mengajarkan bahwa sebelum kita menyapaikan sesuatu kepada orang lain maka terlebih dahulu masyarakat suku Sunda harus mempertimbangkan apa yang akan di sampaikan kepada orang tersebut , apakah hal tersebut akan menyakiti, menyinggung perasaan orang yang akan kita tuju atau tidak.
Segala sesuatu yang berkenaan dengan perasaan orang lain terlebih dahulu harus diuji berdasarkan perasaan yang kita miliki sehingga tidak menimbulkan permasalahan ketika hal tersebut disampaikan.

Pola Kepemimpinan

Dalam pola kepemimpinan di masyarakat suku Sunda pemimpin harus bersifat “liat tali leles jejer”  maksudnya adalah bahwa pemimpin harus memiliki ideologi yang kuat dengan sikap tidak mudah menyerah dan  mampu menghadapi orang yang dihadapi sesuai dengan karakternya dan “pindah cai pindah tampian”  maksudnya bahwa dimanapun   pemimpin tersebut  berada harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dia berada.

No comments:

Post a Comment